Purwacarita
Pengertian sejarah secara tradisi adalah beberapa kisah dongeng, legenda, babad, tambo dll. Sesungguhnya hal itu berada dibawah disiplin ilmu sastra, sedangkan sejarah, pembuktiannya harus berdasarkan disiplin ilmu : filologi (ilmu yang mempelajari naskah kuna), epigrafi (ilmu yang mempelajari aksara prasasti), arkeologi (ilmu yang mempelajari artefak-artefak peninggalan sejarah), dan geografi (ilmu yang mempelajari permukaan bumi).
Karya sastra bisa diuji dan dikaji oleh disiplin ilmu sejarah sejauh karya sastra yang bernilai sejarah itu dapat menunjang temuan sejarah itu sendiri. Sebaliknya hasil penelitian sejarah dapat disusun menjadi karya sastra yang sering kita sebut roman sejarah. Naskah Pangeran Wangsakerta, menurut Edi S. Ekadjati dan menurut Ayat Rohaedi, adalah naskah sejarah. Sistematika dan pengungkapannya sudah dalam bentuk sejarah, menggunakan referensi atau sumber-sumber tertulis lainnya.# Purwayuga
Sejarah Sunda dimulai dari masa Purwayuga (jaman purba) atau dari masa Nirleka (silam), yang terbagi atas :
* Prathama Purwayuga (jaman purba pertama), dengan kehidupan manusia hewan Satwapurusa, antara 1 jt s.d. 600 rb th silam
* Dwitiya Purwayuga (jaman purba kedua), dengan kehidupan manusia yaksa, antara 500 rb sampai 300 rb tahun silam
* Tritiya Purwayuga (jaman purba ketiga), dengan kehidupan manusia kerdil (wamana purusa), antara 50 rb sampai 25 rb tahu silam.
# Dukuh Pulasari Pandeglang
* menurut naskah Pangeran Wangsakerta, kehidupan masyarakat Sunda pertama di pesisir barat ujung pulau Jawa, yaitu pesisir Pandeglang. Dipimpin oleh seorang kepala suku (panghulu) Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya. Sistem religi mereka adalah Pitarapuja, yaitu pemuja roh leluhur, dengan bukti sejumlah menhir seperti Sanghiyang Dengdek, Sanghiyang Heuleut, Batu Goong, Batu Cihanjuran, Batu Lingga Banjar, Batu Parigi, dll. Refleksi dukuh Pulasari dapat kita lihat di kehidupan masyarakat Sunda Kanekes (Baduy).
# Salakanagara
* Putri Aki Tirem yaitu Pohaci Larasati, menikah dengan seorang duta niaga dari Palawa (India Selatan) bernama Dewawarman. Ketika Aki Tirem wafat, Dewawarman menggantikannya sebagai penghulu dukuh Pulasari.
* Dewawarman mengembangkan Dukuh Pulasari hingga menjadi kerajaan corak Hindu pertama di Nusantara, yang kemudian diberi nama Salakanagara. Salaka berarti Perak dan Nagara berarti negara atau negeri. Oleh ahli dari Yunani, Claudius Ptolomeus, Salakanagara dicatat sebagai Argyre. Dalam berita China dinasti Han, tercatat pula bahwa raja Yehtiao bernama Tiao-Pien mengirimkan duta keChina tahun 132 M. menurut Ayat Rohaedi, Tiao berarti Dewa, dan Pien berarti Warman.
* Salakanagara didirikan tahun 130 M, dengan raja pertamanya Dewawarman I dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Rakja Gpura Sagara. memerintah hingga tahun 168 M. Wilayahnya meliputi propinsi banten sekarang ditambah Agrabintapura (Gunung Padang Cianjur) dan Apuynusa (Krakatau).
* Raja Terakhir (ke-8) Dewawarman VIII bergelar Prabu Darmawirya Dewawarman (348-363 M).
# Tarumanagara
* Didirikan oleh Jayasingawarman pada 358 M dengan nobat Jayasingawarman Gurudarmapurusa.
* Penerusnya adalah Purnawarman yang memindahkan pusat pemerintahan dari Jayasingapura (mungkin Jasinga) ke tepi kali Gomati (bekasi) yang diberi nama Sundapura (kota Sunda), bergelar Harimau Tarumanagara (Wyagraha ning tarumanagara), dan disebut pula Sang Purandara Saktipurusa (manusia sakti penghancur benteng) dan juga Panji Segala Raja. Sedangkan nama nobatnya adalah Sri Maharaja Purnawarman Sang Iswara Digwijaya Bhimaparakrama Suryamahapurusa Jagatpati.
* Raja terakhir Sang Linggawarman sebagai raja ke-12
# Kerajaan Sunda
* Tarumanagara dirubah namanya menjadi Kerajaan Sunda oleh Tarusbawa, penerus Linggawarman. Akibatnya belahan timur Tarumanagara dengan batas sungai Citarum memerdekakan diri menjadi Kerajaan Galuh
Kerajaan Sunda berlangsung hingga tahun 1482 M, dengan 34 raja.
* Prabu Maharaja Linggabuana dinobatkan menjadi raja di kerajaan Sunda pada 22 februari 1350 M. Ia gugur bersama putrinya, Citraresmi, dalam tragedi Palagan Bubat akibat ulah Mahapatih Gajahmada. Peristiwa itu terjadi pada 4 September 1357 M.
* Mahaprabu Niskala Wastu Kancana menggantikan posisi Linggabuana pada usia 9 tahun. Dia membuat Prasasti Kawali di Sanghiyang Linggahiyang atau Astana Gede Kawali. Dia juga yang membuat filsafat hidup :” Tanjeur na Juritan, Jaya di Buana” (unggul dalam perang, lama hidup di dunia).
* Wastukancana memerintah selama 103 tahun 6 bulan dan 15 hari dalam keadaan damai.
* Sri Baduga Maharaja adalah putra Prabu Dewa Niskala, cucu dari Prabu Wastukancana. Ia adalah pemersatu kerajaan Sunda, ketika Galuh kembali terpisah. Kerajaan ini lebih dikenal dengan sebutan Pajajaran. Dialah raja pertama yang mengadakan perjanjian dengan bangsa Eropa, yaitu Portugis. Ia berkuasa dari tahun 1482 s.d. 1521M.
# Kerajaan Galuh
* Pendirinya adalah Prabu Wretikandayun pada 612 M.
* Prabu Sanjaya Harisdarma. Ia disebut Taraju Jawadwipa, dan sempat menjadi Maharaja di tiga kerajaan : Kalingga – Galuh – Sunda.
* Sang Manarah yang dalam dongeng disebut Ciung Wanara. Ia putera Prabu Premana Dikusumah dari Naganingrum.
# Kerajaan Pajajaran
* Pajajaran adalah sebutan pengganti atas bersatunya kerajaan Galuh dengan kerajaan Sunda, yang dipegang oleh satu penguasa : Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran atau Sri Sang Ratu Dewata.
* Penggantinya adalah Prabu Sanghyang Surawisesa, yang berkuasa di belahan barat Jawa barat, karena di sebelah timur sudah berdiri kerajaan Islam Pakungwati Cirebon, yang didirikan oleh Pangeran Cakrabuana atau Haji Abdullah Iman. Dia adalah putra sulung Sri Baduga Maharaja dari Subanglarang yang beragama Islam. Subanglarang adalah murid Syekh Quro Hasanudin Pura Dalem Karawang.
* Tahta kerajaan Pajajaran berlangsung turun-temurun : Ratu Dewata; Ratu Sakti, Prabu Nilakendra dan yang terakhir Prabu Ragamulya Suryakancana.
* Di pihak Cirebon sendiri, putera Susuhunan Jati Cirebon, yaitu Pangeran Sabakingkin, telah berhasil mendirikan kerajaan bercorak Islam Surasowan Wahanten (Banten) dan melakukan beberapa kali penyerbuan ke Pajajaran.
* Pakuan Pajajaran direbut dan dimusnahkan oleh Maulana Yusuf, putra Maulana Hasanudin.
* Pajajaran sirna ing bhumi, atau Pajajaran lenyap dari muka bumi pada tanggal 11 bagian terang bulan wasaka tahun 1511 Saka atau 11 Rabi’ul Awal 978 hijriah atau tanggal 8 mei 1579 M.
Selengkapnya...
Selasa, 11 Januari 2011
SEJARAH SUNDA (140 M - 1579 M)
Kamis, 06 Januari 2011
KARINDING
Karinding adalah alat musik tradisional masyarakat sunda ladang yg terbuat dari batang pohon aren, ataupun ada yang bilang dari pelepah kawung dan bambu. Konon katanya karinding ini alat musik yang cukup tua. Karinding sendiri tidak hanya ada di tatar sunda, malahan di daerah Jawa Tengah ada yang disebut Rinding dan di Bali disebut dengan Genggong.Alat musik ini ditabuh menggunakan jari tangan (telunjuk) dan memakai mulut kita sebagai resonatornya untuk menghasilkan suara, cukup mudah untuk siapa saja, dengan cara di pukul memperlakukan alat ini seperti alat musik perkusi, dengan menggunakan satu jari tangan, dan ketika kita sudah mampu menghasilkan getaran secara intens,dengan di tempelkan di mulut sebagai resonansi nya, dan lidah sebagai pengontrol bunyi yang kita inginkan.
Ada beberapa jenis suara yang dihasilkan, yaitu dengan mulut kosong tanpa napas dan dengan menggunakan napas,ini akan menghasilkan bunyi yang berbeda. Alat ini bisa menghasilkan suara yang khas dari tiap orang, sebutlah jenis melodi, rhytm dan bass nya bisa di hasilkan, atawa kendang, saron, goong nya kata orang sunda mah, bahkan menyanyikan lagu dengan karinding sekalipun, bukan dengan vokal kita, ini tergantung bagaimana kita bisa memainkan lidah dan napas.
Yang menarik dari Karinding ini adalah, Pertama dengan cara di pukul ini mampu menghasilkan bunyi yang variatif cukup banyak. Kedua, suara tiap orang yang memainkan akan berbeda dengan yang lainnya, walaupun memainkan jenis pukulan (Rahel) yang sama , ini berbeda karena tiap orang memilki konstruksi mulut yang berbeda.
Biasanya karinding itu dimainkan pada malam hari oleh orang-orang sambil menunggui ladangnya di hutan atau di bukit-bukit, dan saling bersautan antara bukit yang satu dan bukit lainnya. Ternyata alat musik karinding bukan hanya sebagai alat untuk mengusir sepi dimalam hari tapi juga berfungsi untuk mengusir hama. Suara yang dihasilkan oleh alat musik karinding membuat hama padi tidak mendekat karena menyakitkan buat hama tersebut. Karena karinding tersebut menghasilkan suara dengan low decible yang hanya dapat didengar oleh insect seperti hama, dan sangat merusak konsentrasi hama tersebut.
KEGUNAAN
Karinding mangrupa alat keur ngusir hama di sawah. Sora anu dihasilkeun tina vibrasi jarum karinding nyaèta sora handap low decible, malahan mah takokak nyieun sorana tina gesekan alat jeung garis dampal leungeun, tah sora anu kaluar ngan kadenge ku sabangsa wereng, simeut, jangkrik, manuk, jeung sajabana. Kiwari disebutna sora handap èta tèh ultrasonik.Tah keur anu ngamaènkeunana ngarah betah di sawah tèh nyaèta disorakeun ngagunakeun baham ngarah resonansina jadi musik. Kiwari, karinding kadang dipadukeun jeung alat musik lianna.
Cara maénkeun karinding bédana jeung alat musik jenis mouth harp lianna nyaèta ditepak, sedeng alat sejenna ditoèl, ieu ngagampangkeun dina manggihan wirahma anu loba, malah mah ketukan tina waditra karinding ieu disebutna Rahel, nyaèta keur ngabedakeun saha anu kudu nepak tiheula nya makè rahèl kahiji, anu kadua makè rahèl kadua jeung saterusna. Ku euyeubna sora nu dijieun ku karinding mah bisa nyieun sora kendang, goong, saron bonangna, karasa, atawa bass, rhytm, melodi sagala, tepi ka bisa nyieun lagu ku karindingna sorangan, ieu sabab beda dina cara nepak jeung nyieun sora dina baham leuwih hampang. Cék kolot, baheula mah ngalagu teh bisa ku karinding, lamun urang tos parigel dina ngulinkeun sora karinding, bakal kapanggih jeung nyieun sora keur ngomong, tapi sora anu kaluar sada sora robotik.
VIDEO KARINDING
Mang Udung - Solo Karinding
Karinding Attack - Hampura Ema PT II
100 BABASAN SUNDA JEUNG HARTINA
Babasan jeung Paribasa Sunda mangrupa bagian tina kahirupan tur milu ngajembaran Basa Sunda sarta miboga kalungguhan anu penting pikeun panyaturna. Tacan kapaluruh sacara pasti, komo mun tepi kabilangan taunna, ti mimiti iraha gelarna eta rupa-rupa babasan jeung paribasa teh; ngan wae gede kamungkinan henteu sawaktu. Dina harti, mungkin aya anu gelarna geus heubeul pisan jeung deuih anu diduga rada beh dieu. Anu dipake ukuran heubeul jeung anyar teh diantarana ungkara kecap atawa frasa, adegan kalimah, atawa eusi anu dikandungna.
Conto babasan anu diduga geus heubeul upamana janget kinatelon, anu maksudna turunan hade boh ti indung boh ti bapa (ilaharna dilarapkeun ka sasatoan, mun ayeuna mah istilahna bibit unggul). Boh kecap janget atawa kinatelon, kiwari asa geus tara kadenge digunakeun. Eta mah naha rek dina paguneman sapopoe, naha rek dina basa tinulis.
Ana kitu, bisa jadi eta teh kecap Sunda buhun anu kiwari geus henteu dipikawanoh ku panyatur Basa Sunda. Beda deui upamana jeung paribasa dagang peda ka Cirebon anu ungkarana babari pisan kaharti, tur kecap-kecapna masih keneh produktif digunakeun dina paguneman sapopoe. Ku urang bisa karampa, gelarna eta paribasa teh sanggeus Urang Sunda wawuh kana peda jeung Cirebon, anu bawirasa geus rada beh dieu. Lian ti eta, aya deuih paribasa anu proses gelarna bias direkonstruksi, dipatalikeun jeung hiji pajamanan Culturalstelsel (Tanam Paksa).
Sajaba ti babasan atawa paribasa anu dianggo pituin Sunda, aya deuih anu hasil injeuman tina basa batur, pangpangna Basa Jawa. Malah sakapeung mah dipaselupkeun jeung Basa Sunda. Anu sagemblengna Basa Jawa misalna wae: sadom araning baraja, sakunang araning geni. Ari nu paselup contona kolot pawongan Kitu deui sanggeus Urang Sunda ngagem Islam, teu saeutik idiom tina Islam anu ngajanggelek jadi babasan atawa paribasa, contona kokoro manggih mulud, puasa manggih lebaran.
Dina prak-prakan urang ngedalkeun omongan, babasan atawa paribasa teh sok dalit gumulung, jadi bagian tina ungkara kalimah. Timbul pertanyaan, naon tujuanana ngagunakeun babasan atawa paribasa dina omongan teh? Anu paling utama nyaeta pikeun ngagambarkeun hiji kaayaan, pamadegan, angen-angen atawa kahayang kalawan merenah, singget, ngepas, lantip, jeung endah sakumaha anu dipimaksud ku si panyatur.
Contona wae dina paguneman dihandap ieu:
“Bejana anu osok pirajeunan ngala bungbuahan di kebon teh anak tatangga urang anu imahna ditungtung kaler tea. Abong heueuh, tuda bapana oge baheula sok resep ceceremed,” ceuk Bi Jumsih.
“Ah, tuda uyah tara tees ka luhur atuh. Ibi,” Nyi Holisoh mairan.
Ku ngedalkeun ungkara uyah tara tees kaluhur, anu keur paguneman bieu teh langsung ngarti kana maksudna; teu kudu diterangkeun deui sajentrena yen kalakuan goreng anu dipilampah ku anak biasana mah lantaran aya turunan ti kolotna. Ku ngedalkeun eta paribasa, omongan teh leuwih ringkes jeung kesanna leuwih anteb. Beda upama jeung loamun ngedalkeun: “Ah, tuda kalakuan gorng anu dipilampah ku anak biasana mah lantaran aya turunan ti kolotna.”
Ieu 100 conto ngeunaan babasan jeung paribasa Sunda:
1. Abang-abang lambe
Kecap abang dina ieu babasan hartina beureum. Ari lambe atawa lambey kaasup kana basa ragam hormat, anu dina basa ragam lomana saharti jeung biwir. Sarerea oge geus appal, gunana biwir teh diantarana pikeun nyarita.
Babasan abang-abang lambe hartina nyarita ukur pikeun ngangeunahkeun hate batur wungkul, tapi teu terus jeung hate, atawa teu jeung prakna. Ieu babasan teh sakapeung robah ungkarana jadi ukur lalambe.
2. Abong biwir teu diwengku
Kecap wengku dina ieu paribasa maksudna palipid barang anyaman (boboko, nyiru, cecempeh, tampir) di sakurilingeun sisina, sangkan jadi weweg. Ari biwir mah memang teu make wengku, jadi bias dipunyan-penyon sakahayang, maksudna bias jeung laluasa dipake ngedalkeun omongan kumaha wae oge.
Ieu paribasa teh sakapeung ungkara sok ditambahan jadi abong biwir teu diwengku, abong letah teu tulangan, tumerap ka jalma anu ngomongna sakarep-karep (teu jeung wiwaha), teu ngingetkeun bakal kumaha pibalukareunana pikeun batur, nu penting asal disada.
3. Adat kakurung ku iga
Kecap adat dina ieu paribasa maksudna tabeat atawa kabiasaan anu tumerap ka hiji jalma. Jadi lain adat dina harti kabiasaan anu engkena bras kana tradisi. Ungkara kakurung ku iga nuduhkeun aya dina jero iga. Ari iga teh nyaeta bagian awak urang di sisi kenca jeung katuhu, antara dada jeung tonggong, handapeun kelek, luhureun cangkeng.
Tah tabeat hiji jalma teh dipapandekeun aya dina jeroan iga. Geus kasawang, kumaha hesena ngarobah pasipatan hiji “barang” anu aya dina jero awak. Paribasa di luhur ieu teh ngandung harti (tabeat atawa kabiasaan) goring anu geus maneuh, tur hese dipiceunna.
4. Adean ku kuda beureum
Kecap adean teh patalina jeung kuda, miboga dua harti. Kahiji, peta kuda meunang ngahaja malajar (ngalatih), misalna wae nyirig atawa renggong; kadua, tumpak kuda disina ningkah. Dina ieu paribasa digunakeunana eta kecap teh leuwih keuna dina harti nu kadua.
Paribasa adean ku kuda beureum hartina ginding ku banda (papakean) batur (meunang nginjeum). Antara ungkara paribasa jeung hartina memang taya patalina, sabab gede kamungkinan asalna mangrupa sisindiran:
* Adean ku kuda beureum
* Hade ku banda deungeun
5. Ngadu Bako
Bareto aya kabiasaan, dina sareureuhna gawe, biasana pasosore, lalaki sok tingrariung bari ngobrol ngaler ngidul. Sajeroning kitu teh maranehna sok bari siliasaan bako, diicip-icip mana nu pangeunahna. Nya disebut we ngadu bako.
Harti nu dikandung dina babasan ngadu bako oge teu jauh ti dinya, nyaeta ngadon ngalohong ngobrol ngaler ngidul bari teu puguh jejerna, tur anu dikahareupkeunana oge lain perkara penting.
6. Agul ku paying butut
Salasahiji lambing status kamenakan dina jaman bareto nyaeta paying. Dina hal ieu, paying teh lain digunakeun sakumaha mistina, pikeun niungan lamun hujan atawa panas. Luhur handapna pangkat hiji menak bias dititenan tina payungna.
Paribasa agul ku paying butut, atawa sakapeung ungkarana robah jadi ngagulkeun paying butut, harti agul kuturunan, atawa ngagulkeun luluhur (bapa, aki, uyut jeung saterusna) diri sorangan, pedah turunan menak.
7. Ngajul bulan ku asiwung
Anu dimaksud asiwung tehh nyaeta kapas meunang meresihan jeung meunang meteng, biasana keur kaperluan mulasara mayit. Ku urang geus kasawang, bulan mah pamohalan bias diajul ku asiwung, lantaran tempatna oge sakitu jauhna, jeung deuih asiwung teh leuleus, moal bias dipake ngajul.
Paribasa ngajul bulan ku asiwung teh hartina boga kahayang anu pamohalan bias kalaksanakeun, atawa nyieun tarekah anu mubadr, moal ngadatangkeun hasil. Paribasa liana anu meh samaksud jeung ngajul bulan ku asiwung nyaeta:
* mesek kalapa ku jara
* anjing ngagogogan kalong
8. Aki-aki tujuh mulud
Hartina aki-aki nu geus kolot pisan. Bisa jadi patalina kecap tujuh jeung kecap mulud teh ukur diarah purwakantina. Atawa mun dipapandekeun kana pakarang (dina kahirupan urang Sunda aya tradisi meresihan barang pusaka dina saban bulan Mulud), meresihanana oge kudu tujuh Muludeun, bakat ku kandel karahana. Jadi ngagosokna kudu lila lamun haying tepi ka beresih deui teh.
9. Alus laur hade ome
Sasaruaan kecap laur teh nyaeta langgeor; anu pihartieunana nyaeta obahna badan dina waktu leumpang. Tepi ka sok jadi kacapangan leumpangna mani ngalanggeor, nuduhkeun cara leumpangna anu alus katenjonna. Tangtu wae lain leumpang bari rurusuhan anu ngalanggeor mah.
Paribasa alus laur hade ome hartina tegep dedeg pangadegna, rek di awewe rek di lalaki.
10. Aya bagja teu daulat
Hartina arek menang kauntungan atawa bagja, tapi teu tulus.
11. Baleg Tampele
Kecap baleg teh miboga dua harti:
* mimiti boga (mimiti ngagunakeun) akal pikiran sarta mimiti aya birahi
* bener
Ari nu dimaksud tampele nyaeta ngaran lauk jarah sabangsa betook leutik, tapi lemes sisitna, sok diadukeun. Kecap baleg dina babasan baleg tempele digunakeun dina harti anu kahiji. Ieu babasan teh dilarapkeun ka budak (umur welasan taun) anu mimiti mangkat beger, wanina karek tukangeun, ari hareupeun mah era keneh.
12. Bali geusan ngajadi
Anu dimaksud bali nyaeta:
* ari-ari santen nu kaluar (dina ngalahirkeun) sabada kaluar orok
* robahna tina bale, nyaeta ngaran tempat dina babagian adegan (wawangunan).
Bali geusan ngajadi hartina lemah cai atawa tempat urang dilahirkeun.
13. Balik ngaran
Hartina ngadon maot di lembur batur, anu balik teh lain jelemana, tapi ngaranna wungkul.
14. Balung kulit kotok meuting
Kecap balung dina basa Sunda miboga dua harti:
* jawer hayam nu luhurna
* tulang
Dina ieu paribasa, kecap balung teh dilarapkeun dina harti nu kahiji.
Balung kulit kotok meuting hartina henteu beresih pisan hatena, masih keneh ngunek-ngunek.
Paribasa sabalikna nyaeta balungbang timur caang bulan opat welas jalan gede sasapuan, anu hartina iklas atawa beresih hate.
15. Banda tatatlang raga
Hartina lamun urang keur manggih karerepet (gering upamana), taya halanganana urang ngajual barang boga sorangan, pikeun ngabelaan awak sangkan waras deui.
16. Banteng ngamuk gajah meta
Ieu paribasa teh sakapeung ungkarana robah jadi maung ngamuk gajah meta. Tapi ari harti anu dikandingna mah sarua, nyaeta bancang pakewuh, ririweuhan, atawa kajadian anu dipikasieun jeung dipikagigis ku urang.
17. Batok bulu eusi madu
Batok bulu teh batok nu can dikerok, sesa tapasna masih keneh narapel. Keur mah kasar, katurug-turug goring katenjona deuih. Beda jeung batok meunang ngerok; leucir semu herang, sok dipake nginum minangka gaganti cangkir atawa gelas.
Paribasa batok bulu eusi madu dilarapkeun ka jalma anu goring rupa, tapi pinter jeung bageur.
18. Batok kohok piring semplek
Hartina paparabotan anu taya hargana.
19. Batu turun keusik naek
Ieu paribasa teh sakapeung sok dianggap cangkang sisindiran, anu eusina itu purun ieu daek. Harti ieu paribasa teh loba turunan menak anu teu jareneng, tapi sabalikna loba turunan somah anu jareneng.
20. Bilih aya tutus langkung kepang halang
Anu dimaksud tutus nyaeta awi meunang meulahan, dipake ngajepit daun kiray keur hateup jeung salian ti eta. Ari kepang hartina anyaman bilik anu biasa, heuleut dua.
Paribasa bilih aya tutus langkung kepang haling teh hartina bisi aya omongan anu salah atawa matak teu ngeunah kadengena. Isu paribasa teh saharti jeung bobo sapanon carang sapakan.
21. Cangkir emas eusi delan
Anu dimaksud delan myaeta tarasi. Ieu paribasa teh dilarapkeun ka jelema anu omonganana alus tur matak kataji pikeun nu ngadengekeunana, tapi saenyana ari hatena mah goring.
22. Kacanir bangban
Anu dimaksud canir nyaeta puhu akar anu rubak, misalna wae akar caringin. Anu rubak pisan mah jaman bareto, sok bias dipake keur nyieun kikiping (gilinding) padati. Ari bangban nyaeta ngaran tutuwuhan leuweung. Saenyana ari tangkal bangban mah euwuh cariran.
Babasan kacanir bangban hartina kawiwirangan atawa meunang woworang. Aya deui nu ngahartikeun ngawangu. Bisa jadi ari maksudna mah padeukeut keneh.
23. Cara bueuk meunang mabuk atawa kawas bueuk meunang mabuk
Ieu paribasa dilarapkeun ka jalma anu ngeluk tungkul, atawa teu wanieun ngomong sakemek-kemek acan, lantaran rumasa boga dosa.
24. Carang takol
Dilarapkeun ka jelema anu langka pisan ngomong, ari teu perlu-perlu teuing mah.
25. Careham hayameun
Ieu babasan teh dilarapkeun ka jalma anu beuki pisan barangdahar, tepi ka langka katembong reureuh nyapek.
26. Kaceluk ka awun-awun, kawentar ka janapria
Anu dimaksud awun-awun nyaeta mega hideung di langit. Ari janapria asal kecapna tina jana nu hartina jelema, jeung pria nu hartina dipikaresep. Paribasa kaceluk ka awun-awun, kawentar ka janapria hartina mashur, sarerea padanyaho.
27. Ceuli lentaheun
Hartina sok sadenge-dengena, najan lain dengekeuneunnana, atawa resep ngadedengekeun kagorengan.
28. Cikal Bugang
Ieu babasan teh ngandung dua harti:
* cikal hirup
* anu pangheulana gugur di medan perang
29. Cikaracak ninggang batu, laun-laun jadi legok
Cikaracak teh nyaeta cai nu nyarakclakan tina cadas nu nangtawing atawa di jero guha. Harti ieu paribasa nyaeta najan pagawean sakumaha hesena oge, lamun terus dileukeunan bari junun mah ahirna bakal anggeus.
30. Nyokot lesot, ngeumbing porot
Hartina sarwa salah, sagala rupa ihtiar teu hasil. Ungkara ieu paribasa teh sok robah jadi nete lesot, ngeumbing porot atawa nete semplek, nincak semplak.
31. Dagang oncom rancatan emas
Hartina ari modalna gede kacida, tapi bati nu diarahna pohara leutikna.
32. Ngadagoan uncal mabal
Anu dimaksud mabal nyaeta ngagunakeun jalan (liliwatan), lain anu biasana. Uncal anu mabal nyaeta uncal anu keur diboro, terus lumpatna henteu nyokot jalan parantina, tapi kalah apruk-aprukan, tepi ka ahirna sasab, teu bisaeun balik deui ka leuweung.
Paribasa ngadagoan uncal mabal hartina ngadagoan atawa ngarep-ngarep rejeki bari embung ihtiar heula. Ieu paribasa teh sok robah jadi ngadagoan uncal mahpal.
33. Daharna sakeser daun
Dilarapkeun ka jelema (pangpangna budak) anu mindeng pisan dahar, bias jadi lantaran mindeng ngarasa lapar, atawa dahar teh dianggap kaulinan.
34. Dihin pinasti anyar pinanggih
Hartina sagala rupa anu kaalaman (kajadian), saestuna geus ditangtukeun ti heula ku Pangeran, atawa geus aya katangtuan ti lohmahpudna (ti ajalina).
35. Dogdog pangrewong
Dogdog teh ngaran tatabeuhan sabangsa bedug leutik, biasa dipake dina pintonan reog. Saparangkat atawa sasetna teh aya opat, tur masing-masing boga ngaran, ti nu pangleutikna tepi ka nu panggedena, nyaeta talingtik, tempas, brangbang, jeung pangrewong (indung).
Babasan dogdog pangrewong dilarapkeun ka jalma nu mantuan gawe ukur tamba lumayan, atawa milu nyarita minangka estra.
36. Dogong-dogong tulak cau, geus gede dituar batur
Dogong teh sarua hartina jeung tulak, nyaeta awi atawa kai panahan tatangkalan anu doyong, ngarah teu rubuh. Umumna anu sok didogong teh tangkal cau, lantaran sok doyong, beurateun teuing ku turuyanana.
Ieu paribasa teh hartina ngamumule mojang (lanjang) pipamajikaneun, tapi ana geus manjing dikawin kalah kop ku batur.
37. Sadom araning baraja, sakunang araning geni
Ieu paribasa teh jolna tina basa Jawa. Lamun disundakeun mah ungkarana kurang leuwih kieu : najan jarum tapi tetep beusi, najan sakotret tetep seuneu. Hartina nyaeta barang atawa perkara anu siga teu sapira, tapi bias nyilakakeun.
38. Dosa salaput hulu
Hartina teuing ku loba dosa.
39. Dulang tinande
Hartina awewe mah ilaharna nurut kana kahayang lalaki (salaki).
40. Duum tinggi
Hartina babagi henteu adil, aya nu meunang bagian loba, jeung aya nu saeutik.
41. Deukeut-deukeut anak taleus
Ieu paribasa teh miboga dua harti:
* Teu nyaho yen baraya, padahal geus lila padeukeut imah
* Sakitu padeuket, tapi teu nyaho aya kajadian penting diantara maranehna
42. Elmu ajug
Anu dimaksud ajug teh nyaeta damar jangkung. Lamun diseungeut, caangna teh ka tempat anu rada jauh, sedeng di sabudeureunana mah angger poek.
43. Elmu sapi
Hartina guyub atawa samiuk dina kagorengan.
44. Elmu tumbila
Hartina nu boga imah (pribumi) ngarugikeun ka semah.
45. Elok bangkong
Hartina ampir sakarat
46. Endog mapatahan hayam
Ieu paribasa teh hartina anu umurna sahandapeun mapatahan ka saluhureun, atawa anak mapatahan kolot.
47. Endog sapatarangan, peupeus hiji, peupeus kabeh atawa endog sasayang, peupeus hiji, peupeus kabeh
Hartina kasusah atawa karerepet anu tumiba ka dulur, baraya, atawa sobat ngabalukarkeun sarerea kabawa bingung atawa susah.
48. Endog tara megar kabeh
Hartina sanajan saindung-sabapa, tapi urusan rejeki atawa darajat mah can tangtu bakal sarua.
49. Saeutik mahi, loba nyesa
Isu paribasa teh dilarapkeun ka jelema anu bias ngatur rejeki, najan ukur meunang saeutik, tapi bias cumpon keur nutupan pangabutuh, komo lamun dibere loba, geus pasti bakal nyesa.
50. Sagalak-galakna macan tara nyatu anak
Hartina sanajan sakumaha galak (bengis) oge, indung-bapa mah moal tepi ka tega (maehan) ka nu jadi anak.
51. Galegeh gado
Ieu babasan teh dilarapkeun ka jalma nu darehdeh (sareseh), atawa sok dihartikeun darehdeh tapi teu terus kana hate. Eta harti teh bisa dianggap patukang tonggong; harti nu kahiji mah alus, ari nu kadua goring.
52. Gancang pincang
Hartina kusabab dipigawena rurusuhan, hasilna teh teu nyugemakeun. Babasan sabalikna nyaeta kendor ngagembol.
53. Ngagendong kejo susah nyatu
Hartina loba ari titaheun mah, boh anak sorangan boh bujang, ngan hanjakal ku hese nitahna, lantaran euweuh nu daekeun.
54. Gantung denge
Hartina ngarasa hanjakal, dumeh haying keneh ngabandungan kumaha carita terusna, tapi anggeus (eureun) manten.
55. Gantung teureuyeun
Hartina ngarasa hanjakal, barangdahar can seubeuh, tapi kapaksa eureun; bias jadi kusabab dahareunana geus beak, atawa aya dahareun sejen didagoan.
56. Ngegel curuk
Ieu babasan teh ngandung dua harti:
* Teu kabagian atawa teu meunang naon-naon
* Teu hasil maksud
57. Geledug ces
Hartina sumanget dina mimitina wungkul, tapi ka dituna mah terus melempem, atawa disangla arek hebat, tapi buktina mah henteu.
58. Getas harupateun
Harupat teh nyaeta bagian injuk anu siga nyere. Teu kaop dipileykeun, harupat mah babari pisan potong, sabab regas.
Babasan getas harupateun dilarapkeun ka jelema anu babari ambek bebeakan, kawas nu geus leungit timbangan pikiranana.
59. Geulis sisi, lur gunung, sonagar huma
Ieu paribasa teh dilarapkeun ka awewe anu rupana tegep, ngan dangongna dusun.
60. Gindi pikir belang bayah
Dilarapkeun ka jelema goring hate, dolim, julig, atawa dengki, gawena ngan haying nyilakakeun batur wae.
61. Ginding kakampis
Kecap kakampis teh miboga dua harti:
* kantong wadah cikiih dina jero beuteung sasatoan (munding, domba)
* kantong hawa dina jero beuteung lauk
Kusabab kitu, eusi kakampis teh mun lain cikiih, nya ukur hawa wungkul alias kosong.
62. Pagirang-girang tampian atawa pagiri-giri calik pagirang-girang tampian
Anu dimaksud tampian nyaeta tempat mandi boh di walungan boh dipancuran. Tampian anu aya di girang tangtu bakal ngotoran ka tampian nu aya di hilireunana.
Paribasa pagirang-girang tampian hartina paunggul-unggul atawa pada hayang leuwih jeung dulur, pangpangna dina urusan kahirupan atawa rejeki, tur embung silih tulungan.
63. Giri lungsi tanpaingan
Giri teh gunung, ari lungsi hartina cacing. Kecap tanpaingan diwangun ku tanpa jeung hingan; duanana oge tina basa Kawi. Tanpa tina tan, hartina henteu. Ari hingan hartina wates, terus robah jadi hingga.
Jadi harti sajalantrahna tina ungkara giri lungsi tanpaingan teh nyaeta boh gunung boh cacing (dua babandingan anu pajauh pisan) sarua taya watesna. Ieu paribasa ngandung maksud yen urang ulah sok ngahina jalma, sabab sanajan katenjona siga nu bodo, saha nu nyaho manehna boga kapunjul.
64. Goong saba karia
Hartina datang karepna sorangan ka anu keur kariaan, sanajan henteu diondang, maksudna haying dititah digawe sangkan seubeuh barang dahar.
65. Goong nabeuh maneh
Hartina ngagulkeun diri atawa kulawarga sorangan.
66. Gurat batu
Hartina pengkuh dina nyekel omongan atawa pamadegan, teu babari robah-robah, carekna kitu teh, kitu we! Babasan sabalikna nyaeta gurat cai.
67. Guru, ratu, wongatua karo
Ieu paribasa teh diwangun ku kecap-kecap tina basa Jawa. Hartina nyaeta guru, raja (kapala nagara atawa pamingpin), jeung kolot (tegesna indung-bapa) wajib dihormat jeung diturut parentahna.
68. Hade gogog hade tagog
Ieu paribasa dilarapkeun ka jelema anu nya hade basana nya hade kalakuanana.
69. Halodo sataun lantis ku hujan sapoe
Hartina kahadean anu sakitu gede jeung lilana, leungit ku kagorengan anu ukur sakali milampah.
70. Hambur bacot murah congcot
Ieu paribasa teh dilarapkeun ka jelema anu sok goring sungut jeung sok babari nyarekan, tapi berehan, teu ngarasa lebar barang bere dahareun.
71. Hantang hantung hantigong hantriweli
Ari nu dimaksdu hantang teh nyaeta buah kalayar, rupana beureum sarta alus, tapi teu ngeunah didahar; hantung nyaeta jantung alias kembang cau; hantigong nyaeta gadog alias buah gintung, sarua deui teu ngeunah didahar; hantriweli nyaeta paria anu sarerea oge apal yen rasana pait.
Ieu paribasa teh dilarapkeun ka jelema anu hade rupa jeung tagogna, tapi taya araheunana, sabab taya kabisa.
72. Hapa-hapa ge ranggeuyan
Ieu paribasa dilarapkeun ka awewe anu najan hirupna sangsara tapi boga salaki; jadi aya nu ngurus jeung bumela.
73. Herang-herang kari mata, teuas-teuas kari bincurang
Ieu paribasa teh dilarapkeun ka jelema anu asalna beunghar jadi sangsara, rajakayana beunang disebutkeun teu nyesa saeutik-eutik acan.
74. Kahieuman bangkong
Hartina katenjona mah siga nu beunghar, padahal henteu, lantaran ukur kapihapean barang batur, lain anuna.
75. Hirup ngabangbara atawa ginding bangbara
Kangaraning bangbara, pamatuhanana teh ukur dina liang anu meh sapaseun awakna. Tapi najan kitu, ari rupana mah mani alus kacida, hideung meles semu herang. Babasan hirup ngabangbara dilarapkeun ka jelema anu tempat matuhna keur leutik teh teu tumaninah, tapi ana sakalieun barangpake mani ginding kacida.
76. Hirup ku panyukup, gede ku pamere
Ieu paribasa teh dilarapkeun ka jelema anu hirupna ukur ngandelkeun pamere ti batur, teu daek ihtiar sorangan.
77. Hirup dinuhun, paeh dirampes
Hartina pasrah pisan, geus teu boga kabeungbeurat atawa kahayang naon-naon, sagala rupana geus dipasrahkeun ka Gusti Nu Maha Suci.
78. Hirup teu neut, paeh teu hos
Hartina gering ngalanglayung salila-lila, cageur deui henteu, maot ge henteu.
79. Hirup katungkul ku pati, paeh teu nyaho di mangsa
Hartina urang hirup di dunya teh bakal ditungtungan ku maot anu datangna teu bias dipastikeun ti anggalna.
80. Hirup ulah manggih tungtung, paeh ulah manggih beja
Hartina kudu bageur, kudu hade laku lampah, supaya alus kacaritakeunana.
81. Nginjeum sirit ka nu kawin
Hartina nginjeum barang (parabot) anu keur nu bogana kacida perluna (dipikabutuhna) jeung ngan sakitu-kituna.
82. Ipis kulit beungeut
Hartina gede kaera (dina harti hade), sabalikna tina kandel kulit beungeut anu hartina euweuh ka era.
83. Iwak nangtang sujen
Iwak hartina lauk, ari sujen hartina panggangan. Ieu paribasa teh hartina nyorang picilakaeun atawa pibahayaeun. Paribasa sasaruaanana nyaeta oray nyampeurkeun paneunggeul.
84. Jadi sabiwir hiji
Kecap sabiwir hiji teh asalna tina wawangsalan. Lamun biwir ngahiji disebutna balem. Kecap balem minangka wangsalna, ari eusina nyaeta pangaleman. Jadi sabiwir hiji hartina jadi pangaleman atawa jadi pamujian. Ngan wae ieu paribasa teh ayeuna mah sok aya nu ngahartikeun geus jadi rusiah umum atawa geus kanyahoan ku sarerea.
85. Jati kasilih ku junti
Junti teh ngaran tangkal, meh sarupa jeung jati, ngan leuwih leutik, jeung teu pati loba gunana. Paribasa jati kasilih ku junti hartina pribumi kaelehkeun ku semah (urang asing).
86. Jauh ka bedug, anggang ka dayeuh
Hartina dusun pisan, teu nyaho di tata-titi, tindak-tanduk, duduga peryoga.
87. Jawadah tutung biritna
Ieu paribasa teh asalna tina wawangsalan. Jawadah tutung biritna, wangsalna cara (ngaran sarupa kueh), eusina sacarana-sacarana. Jadi harti ieu paribasa teh nyaeta masarakat di saban tempat boga tata cara sewang-sewangan, anu mungkin wae teu sarua jeung masarakat di wewengkon liana.
88. Nyieun catur taya dapur
Hartina ngarang carita teu puguh alang ujurna.
89. Ka bala, ka bale
Ieu paribasa teh ngandung dua harti:
* bisa campur gaul jeung jelema ti rupa-rupa golongan
* bisa atawa teu ngawagu kana gawe kasar jeung gawe lemes
90. Ngadek sacekna, nilas saplasna
Hartina nyarita sajalantrahna atawa sabalakana, teu dikurangan, teu dileuwihan.
91. Kai teu kalis ku angin
Hartina ari kangaraning jelema mah moal senang salalawasna, awal ahir tangtu bakal pinanggih jeung kasusah.
92. Kawas nu mulangkeun panyiraman
Hartina boga kahayang atawa pamenta anu kawilang aneh, upamana wae kadaharan, lantaran geus deukeut kana ajal. Biasana cenah nu dipentana teh sarua jeung nu dipikayang ku indungna waktu keur nyiram (ngakandung) manehna.
93. Kokoro nyoso, malarat rosa, lebaran teu meuncit hayam
Ieu paribasa dilarapkeun ka jelema anu kacida masakatna, sagala teu boga, hirupna ripuh.
94. Kotok bongkok kumorolong, kacingcalang kumarantang
Boh kotok bongkok boh kacingcalang sarua dilarapkeunana kana endog anu teu megar jadi anak hayam. Ari kotok bongkok mah anak hayam anu paeh dina jero endog keneh, ari kacingcalang nyaeta endog anu teu megar, tapi can mirupa anak hayam.
Ieu paribasa teh dilarapkeun ka jelema anu pipilueun kana hiji urusan sabab ukur kabawakeun ku batur, lain karepna sorangan, tepi ka jadi goreng katenjona. Paribasa liana anu samaksud jeung kotok bongkok kumorolong, kacingcalang kumarantang nyaeta lauk buruk milu mijah, piritan milu endogan.
95. Kunang-kunang nerus bumi
Hartina bapana geus teu jenengdeui, tina dina awal-ahir bakal aya budakna anu jeneng kawas bapana.
96. Dikungkung teu diawur, dicangcang teu diparaban
Ieu paribasa teh dilarapkeun ka awewe anu dipihukum (jadi pamajikan) tapi teu dibalanjaan, atawa teu dicumponan pangabutuhna ku salakina.
97. Maung ompong, kareta kosong, bedil kosong
Hartina jalma anu boga komara mah, najan geus teu nyekel kakawasaan oge angger dipiserab.
98. Pur kuntul kari tunggul, lar gagak kari tunggak
Hartina katideresa, dituding boga dosa lantaran kabeneran aya di tenpat kajadian lumangsungna kajahatan.
99. Nyanggakeun suku genteng belokeun, beuheung teukteukeun, disiksik dikunyit-kunyit, dicacag diwalang-walang
Hartina sumerah, masrahkeun diri, rek dikitu-kieu oge hempek, da rumasa salah atawa boga dosa.
100. Tugur tundan, cuntang gantang
Anu dimaksud tugur nyaeta kawajiban rayat baheula, kemit (jaga) di imah kapala (pamingpin) kalawan bagilir. Jigana ayeuna mah teu beda ti piket. Ari tundan nyaeta jelema atawa kuda nu disadiakeun di desa (baheula) pikeun nyiringkeun barang, surat, jeung sajabana ti eta. Ditatalepakeun ti hiji desa ka desa liana. Kecap cuntang jeung gantang sok digunakeun pikeun naker beas. Sagantang kira-kira sarua jeung lima cuntang, atawa kurang leuwih 3,5 kg.
Ieu paribasa teh hartina ngalaksanakeun pagawean pikeun kapentingan nagara, boh nu patali jeung kaamanan wewengkon boh juan-jieun atawa uma-ome sarana keur kapentingan umum. Dina ungkara sejen, ieu paribasa teh sok robah unina, jadi susuk bendung, tugur tundan, ngepung maung, menak kuda kapundayan.
SUMBER
Selengkapnya...